KLB (Kejadian Luar Biasa)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
1.Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
2.Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3.Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4.Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Herd Imunitas
Komunitas kekebalan atau "kekebalan kelompok" merupakan bagian penting untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit. Karena orang-orang divaksinasi memiliki antibodi yang menetralisir kuman, mereka sangat kecil kemungkinannya untuk menularkan kuman itu kepada orang lain. Jadi, bahkan orang yang belum divaksinasi (dan orang-orang yang vaksinasi telah menjadi lemah atau vaksin yang tidak sepenuhnya efektif) sering dapat terlindung oleh kekebalan kawanan karena orang divaksinasi di sekitar mereka tidak mendapatkan sakit. kekebalan Herd lebih efektif sebagai persentase orang divaksinasi meningkat. Diperkirakan bahwa sekitar 95% dari orang-orang di masyarakat harus dilindungi oleh vaksin untuk mencapai kekebalan kawanan. Orang yang tidak diimunisasi meningkatkan kemungkinan bahwa mereka dan orang lain akan mendapatkan penyakit ini.
Untuk beberapa penyakit, bagaimanapun, kekebalan kawanan menawarkan perlindungan. Sebagai contoh, tetanus tidak menular.Hal ini dikontrak ketika luka datang dalam kontak dengan tanah yang terkontaminasi dengan bakteri tetanus.Penting untuk diingat bahwa beberapa orang mungkin tidak dilindungi dari penyakit meskipun telah divaksinasi. Sekitar 1 atau 2 dari setiap 20 orang diimunisasi tidak akan memiliki respon imun memadai untuk vaksin. Tetapi jika 95% dari populasi diimunisasi, maka orang yang tidak terlindungi mungkin terkena kuman sama sekali, sehingga mereka memiliki kesempatan lebih kecil untuk menjadi terinfeksi.
Cara pencegahan wabah ada beberapa cara,yaitu :
1.pencegahan primodial :
merupakan tingkat pencegahan yang paling baru dikenal, pencegahan ini adalah untuk menghindari kemunculan dari faktor risiko, pencegahan ini yang efektif memerlukan adan ya peraturan yang tegas dari yang berwenang untuk tidak melakukanhal-hal yang menjadikan faktor risiko bagi timbulnya penyakit tertentu.
2.pencegahan Tingkat pertama (primary Prevention)
sasaran yang ditunjukan pada faktor penyebaba bertujuan untuk mengurangi atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain : desinfeksi,pasteurisasi,penyemprotan insektisida,dll.
3.pencegahan tingkat ke dua:
sasaran pencegahan ini terutama ditunjikan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita,tujuan dari usaha ini yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah.
4.pencegahan tingkat ke tiga:
sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami kecacatan atau kelainan permanen,mencegah bertambah parahn ya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Pada tingkat ini dilakukan usha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit tertentu.
Rabu, 01 Desember 2010
Jumat, 26 November 2010
TUGAS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN SURVEILANS
SURVEILANS PENYAKIT DEMAM BERDARAH
A.Pengertian Surveilans
Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (menurut WHO). Oleh karena itu perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pemanfaatan data. Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagai bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilans epidemiologi.
Tujuan dari surveilans sendiri adalah Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota Indonesia sehat 2010.
B. Pengertian DBD dan system survveilans DBD
Penyakit demam berdarah dengue (dengue haemoragic fever) atau lebih dikenal dengan penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk aedes aegepty.Penyakit DBD masih merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Hal ini disebabkan karena DBD adalah penyakit yang angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Cara paling efektif untuk mencegah penularan DBD adalah dengan menghindari gigitan nyamuk penular, mengurangi populasi nyamuk penular, dan mengenali cara hidup nyamuknya.Umumnya kebanyakan orang terparadigma dengan pemberantasan DBD melalui fogging atau penyemprotan. Padahal ada cara lain yang lebih sederhana dan aman yang dikenal oleh masyarakat sebagai 3 M plus yakni menutup dan menguras TPA seminggu sekali secara berkala, mengubur barang-barang bekas yang menjadi sarang nyamuk, menggunakan repellent, dan lainnya sesuai dengan kondisi setempat.
SISTEM SURVEILANS
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, Propinsi dan Pusat.
C.SURVEILANS DBD di KOTA JAKARTA
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan, kasus DBD di Jakarta hingga 17 Mei 2010 sebanyak 8.388 kasus. Angka ini menurun drastis dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 18.343 kasus atau terjadi penurunan sebanyak 9.955 kasus. Bahkan rata-rata tingkat kematian atau case vitality rate (CVR) akibat DBD di Jakarta juga menurun dibandingkan CVR nasional. Jika CVR di DKI Jakarta mencapai 0,02 persen, maka CVR nasional sebesar 1persen. “Kasus DBD di DKI Jakarta menurun drastis dibandingkan tahun lalu. Ini dikarenakan gencarnya gerakan PSN tiap hari Jumat. Turunnya Gubernur langsung ke kelurahan mengikuti gerakan PSN dan kegiatan 3M sudah menjadi pola hidup warga Jakarta,” kata Ida Bagus Nyoman Banjar, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI, Rabu (19/5).
Dia merinci, selama periode Januari hingga 17 Mei 2010, kasus DBD terbanyak terjadi pada Maret 2010 yaitu sebanyak 2.560 kasus dan tiga orang diantaranya meninggal dunia. Kasus kedua terbanyak terjadi pada bulan April dengan 2.254 kasus dan sembilan orang diantaranya meninggal dunia. Sedangkan Februari terdapat 1.845 kasus dengan dua orang meninggal dunia, dan Januari terjadi 1.514 kasus dan tidak ada yang meninggal dunia, serta per 17 Mei terdapat 215 kasus dengan satu orang meninggal dunia. “Jadi korban meninggal dunia akibat DBD sepanjang tahun 2010 ini mencapai 15 orang dari 8.388 kasus,” ujarnya. Sementara dari lima wilayah kota administrasi dan satu kabupaten, kasus DBD tertinggi terdapat di Jakarta Timur dengan 2.262 kasus. Disusul Jakarta Selatan 2.143 kasus, Jakarta Utara 1.645 kasus, Jakarta Barat 1.383 kasus, Jakarta Pusat 954 kasus, dan Kepulauan Seribu satu kasus. Namun, jika dilihat dari rata-rata tingkat kasus penyebaran DBD atau insiden rate (IR) DBD, Jakarta Utara menempati peringkat pertama meski jumlah kasus yang terjadi lebih rendah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Hingga Mei 2010 rata-rata insiden rate di Jakarta Utara mencapai 112,7 per 100.000 penduduk. Sementara IR DBD Jakarta Pusat mencapai 106,6 per 100.000 penduduk, Jakarta Barat mencapai 112,7 per 100.000 penduduk, Jakarta Selatan mencapi 100,1 per 100.000 penduduk, Jakarta Timur mencapai 93,2 per 100.000 penduduk, dan Kepulauan Seribu mencapai 5,1 per 100.000 penduduk. “IR Jakarta Utara lebih tinggi dari Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, dikarenakan jumlah penduduk di Jakarta Utara lebih sedikit dari kedua wilayah tersebut. Itu yang mengakibatkan IR-nya cukup tinggi,” tuturnya. Meski jumlah kasus DBD menurun, namun jumlah kelurahan yang masuk dalam kategori zona merah DBD atau zona rawan DBD masih tergolong banyak. Pada April 2010, jumlah kelurahan yang masuk zona merah DBD mencapai 104 kelurahan dari 267 kelurahan. Rinciannya, Jakarta Pusat sebanyak 27 kelurahan, Jakarta Selatan 25 kelurahan, Jakarta Timur 22 kelurahan, Jakarta Barat 16 kelurahan, dan Jakarta Utara 14 kelurahan. Jumlah kelurahan yang rawan DBD itu juga cenderung naik setiap bulan. Pada Januari, jumlah kelurahan zona merah DBD mencapai 97 kelurahan, Februari 106 kelurahan, dan Maret 103 kelurahan. “Sistem zoning ini merupakan early warning system untuk mendeteksi lebih dini agar penyebaran DBD tidak tinggi. Selain itu juga sebagai pemetaan kasus DBD, sehingga kegiatan PSN dengan pola 3M dan jumantik semakin ditingkatkan di kelurahan zona merah,” ungkapnya.
surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Kaitan dengan kasus di kota Jakarta seperti diatas maka kaitannya dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit (DBD) atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Manajemen Surveilans
Surveilans mencakup dua fungsi manajemen:
1. fungsi inti
Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik (feedback). Langkah intervensi kesehatan masyarakat mencakup respons segera (epidemic type response) dan respons terencana (management type response).
2. Fungsi pendukung
Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan, supervisi, penyediaan sumber daya manusia dan laboratorium, manajemen sumber daya, dan komunikasi (WHO, 2001; McNabb et al., 2002).
C. Langkah-Langkah Pengembangan Surveilans Epidemiologi Berbasis Masyarakat
Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.
a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.
b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.
c. Sarana & Prasarana
Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.
d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.
2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.
Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja sebagai berikut :
1. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya
2. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Studi epidemiologi
5. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
6. Membuat rekomendasi dan alternatif tindaklanjut
7. Umpan balik.
E.Strategi Surveilans
Advokasi dan dukungan perundang-undangan
Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan program secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota, termasuk penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian lua biasa penyakit dan bencana
Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi
Peningkatan profesionalisme tenaga epidemiologi
Pengembangan tim epidemiologi yang handal
Penguatan jejaring surveilans epidemiologi
Peningkatan surveilans epidemiologi setiap tenaga kesehatan
Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang terintegrasi dan interaktif.
F. Sumber Data surveilens
Sumber data surveilans epidemiologi meliputi :
Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat
Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika
Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Data kondisi lingkungan.
Laporan wabah
Laporan penyelidikan wabah/KLB
Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya
Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Laporan kondisi pangan.
Data dan informasi penting lainnya. (kepmenkes,2003)
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinkes Kota Jakarta, Data Kasus DBD tahun 2009 dan 2010.
2. Dirjen P2PL Depkes RI, Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit, 2003.
A.Pengertian Surveilans
Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (menurut WHO). Oleh karena itu perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pemanfaatan data. Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagai bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilans epidemiologi.
Tujuan dari surveilans sendiri adalah Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota Indonesia sehat 2010.
B. Pengertian DBD dan system survveilans DBD
Penyakit demam berdarah dengue (dengue haemoragic fever) atau lebih dikenal dengan penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk aedes aegepty.Penyakit DBD masih merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Hal ini disebabkan karena DBD adalah penyakit yang angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Cara paling efektif untuk mencegah penularan DBD adalah dengan menghindari gigitan nyamuk penular, mengurangi populasi nyamuk penular, dan mengenali cara hidup nyamuknya.Umumnya kebanyakan orang terparadigma dengan pemberantasan DBD melalui fogging atau penyemprotan. Padahal ada cara lain yang lebih sederhana dan aman yang dikenal oleh masyarakat sebagai 3 M plus yakni menutup dan menguras TPA seminggu sekali secara berkala, mengubur barang-barang bekas yang menjadi sarang nyamuk, menggunakan repellent, dan lainnya sesuai dengan kondisi setempat.
SISTEM SURVEILANS
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, Propinsi dan Pusat.
C.SURVEILANS DBD di KOTA JAKARTA
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan, kasus DBD di Jakarta hingga 17 Mei 2010 sebanyak 8.388 kasus. Angka ini menurun drastis dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 18.343 kasus atau terjadi penurunan sebanyak 9.955 kasus. Bahkan rata-rata tingkat kematian atau case vitality rate (CVR) akibat DBD di Jakarta juga menurun dibandingkan CVR nasional. Jika CVR di DKI Jakarta mencapai 0,02 persen, maka CVR nasional sebesar 1persen. “Kasus DBD di DKI Jakarta menurun drastis dibandingkan tahun lalu. Ini dikarenakan gencarnya gerakan PSN tiap hari Jumat. Turunnya Gubernur langsung ke kelurahan mengikuti gerakan PSN dan kegiatan 3M sudah menjadi pola hidup warga Jakarta,” kata Ida Bagus Nyoman Banjar, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI, Rabu (19/5).
Dia merinci, selama periode Januari hingga 17 Mei 2010, kasus DBD terbanyak terjadi pada Maret 2010 yaitu sebanyak 2.560 kasus dan tiga orang diantaranya meninggal dunia. Kasus kedua terbanyak terjadi pada bulan April dengan 2.254 kasus dan sembilan orang diantaranya meninggal dunia. Sedangkan Februari terdapat 1.845 kasus dengan dua orang meninggal dunia, dan Januari terjadi 1.514 kasus dan tidak ada yang meninggal dunia, serta per 17 Mei terdapat 215 kasus dengan satu orang meninggal dunia. “Jadi korban meninggal dunia akibat DBD sepanjang tahun 2010 ini mencapai 15 orang dari 8.388 kasus,” ujarnya. Sementara dari lima wilayah kota administrasi dan satu kabupaten, kasus DBD tertinggi terdapat di Jakarta Timur dengan 2.262 kasus. Disusul Jakarta Selatan 2.143 kasus, Jakarta Utara 1.645 kasus, Jakarta Barat 1.383 kasus, Jakarta Pusat 954 kasus, dan Kepulauan Seribu satu kasus. Namun, jika dilihat dari rata-rata tingkat kasus penyebaran DBD atau insiden rate (IR) DBD, Jakarta Utara menempati peringkat pertama meski jumlah kasus yang terjadi lebih rendah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Hingga Mei 2010 rata-rata insiden rate di Jakarta Utara mencapai 112,7 per 100.000 penduduk. Sementara IR DBD Jakarta Pusat mencapai 106,6 per 100.000 penduduk, Jakarta Barat mencapai 112,7 per 100.000 penduduk, Jakarta Selatan mencapi 100,1 per 100.000 penduduk, Jakarta Timur mencapai 93,2 per 100.000 penduduk, dan Kepulauan Seribu mencapai 5,1 per 100.000 penduduk. “IR Jakarta Utara lebih tinggi dari Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, dikarenakan jumlah penduduk di Jakarta Utara lebih sedikit dari kedua wilayah tersebut. Itu yang mengakibatkan IR-nya cukup tinggi,” tuturnya. Meski jumlah kasus DBD menurun, namun jumlah kelurahan yang masuk dalam kategori zona merah DBD atau zona rawan DBD masih tergolong banyak. Pada April 2010, jumlah kelurahan yang masuk zona merah DBD mencapai 104 kelurahan dari 267 kelurahan. Rinciannya, Jakarta Pusat sebanyak 27 kelurahan, Jakarta Selatan 25 kelurahan, Jakarta Timur 22 kelurahan, Jakarta Barat 16 kelurahan, dan Jakarta Utara 14 kelurahan. Jumlah kelurahan yang rawan DBD itu juga cenderung naik setiap bulan. Pada Januari, jumlah kelurahan zona merah DBD mencapai 97 kelurahan, Februari 106 kelurahan, dan Maret 103 kelurahan. “Sistem zoning ini merupakan early warning system untuk mendeteksi lebih dini agar penyebaran DBD tidak tinggi. Selain itu juga sebagai pemetaan kasus DBD, sehingga kegiatan PSN dengan pola 3M dan jumantik semakin ditingkatkan di kelurahan zona merah,” ungkapnya.
surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Kaitan dengan kasus di kota Jakarta seperti diatas maka kaitannya dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit (DBD) atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Manajemen Surveilans
Surveilans mencakup dua fungsi manajemen:
1. fungsi inti
Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik (feedback). Langkah intervensi kesehatan masyarakat mencakup respons segera (epidemic type response) dan respons terencana (management type response).
2. Fungsi pendukung
Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan, supervisi, penyediaan sumber daya manusia dan laboratorium, manajemen sumber daya, dan komunikasi (WHO, 2001; McNabb et al., 2002).
C. Langkah-Langkah Pengembangan Surveilans Epidemiologi Berbasis Masyarakat
Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.
a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.
b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.
c. Sarana & Prasarana
Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.
d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.
2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.
Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja sebagai berikut :
1. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya
2. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Studi epidemiologi
5. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
6. Membuat rekomendasi dan alternatif tindaklanjut
7. Umpan balik.
E.Strategi Surveilans
Advokasi dan dukungan perundang-undangan
Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan program secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota, termasuk penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian lua biasa penyakit dan bencana
Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi
Peningkatan profesionalisme tenaga epidemiologi
Pengembangan tim epidemiologi yang handal
Penguatan jejaring surveilans epidemiologi
Peningkatan surveilans epidemiologi setiap tenaga kesehatan
Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang terintegrasi dan interaktif.
F. Sumber Data surveilens
Sumber data surveilans epidemiologi meliputi :
Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat
Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika
Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Data kondisi lingkungan.
Laporan wabah
Laporan penyelidikan wabah/KLB
Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya
Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Laporan kondisi pangan.
Data dan informasi penting lainnya. (kepmenkes,2003)
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinkes Kota Jakarta, Data Kasus DBD tahun 2009 dan 2010.
2. Dirjen P2PL Depkes RI, Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit, 2003.
Jumat, 15 Oktober 2010
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit pada manusia. Distribusi penyakit dapat dideskripsikan menurut orang( usia, jenis kelamin, ras), tempat(penyebaran geografis) dan waktu, sedangkan pengkajian determinan penyakit mencakup penjelasan pola distribusi penyakit tersebut menurut faktor-faktor penyebabnya.
Istilah epidemiologi berasal dari kata epi(atas), demos( rakyat,penduduk), dan logos(ilmu), sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang terjadi atau menimpa penduduk. Epidemiologi tidak terbatas hanya mempelajari tentang epidemi(wabah).
Umumnya epidemiologi dapat dibagi atas tiga jenis utama yakni:
- Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi deskriptif berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan masyarakat. Disini dipelajari tentang frekuensi dan distribusi suatu masalah kesehatan dalam masyarakat. Langkah awal untuk mengetahui adanya masalah kesehatan dari segi epidemiologi dengan menjelaskan siapa yang terkena dan dimana serta kapan terjadinya masalah itu.
Siapa : faktor orang dalam menjawab siapa yang terkena masalah bisa berupa variable umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
Dimana : pertanyaan ini mengenai faktor tempat dimana masyarakat tinggal atau bekerja, atau dimana saja ada kemungkinan mereka menghadapi masalah kesehatan.
Kapan : kejadian penyakit berhubungan juga dengan waktu. Faktor waktu ini dapat berupa jam, hari, minggu, bulan dan tahun.
- Epidemiologi Analitis
Epidemiologi analitis berkaitan dengan upaya epidemiologi untuk menganalisis faktor-faktor masalah kesehatan. Disini diharapkan epidemiologi mampu menjawab pertanyaan kenapa(why) atau apa penyebab terjadinya masalah itu.
- Epidemiologi Eksperimental
Salah satu hal yang perlu dilakukan sebagai pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya faktor luaran(penyakit), maka perlu diuji faktor kebenarannya dengan percobaan atau eksperimen.
A.PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI MENURUT PENDAPAT PARA AHLI.
- Greenwood ( 1934 )
Mengatakan bahwa Epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok ( herd ) penduduk. Kelebihannya adalah adanya penekanan pada Kelompok Penduduk yang mengarah kepada Distribusi suatu penyakit.
2. Brian Mac Mahon ( 1970 )
Epidemiology is the study of the distribution and determinants of disease frequency in man. Epidemiologi adalah Studi tentang penyebaran dan penyebab frekwensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. Di sini sudah mulai menentukan Distribusi Penyakit dan mencari Penyebab terjadinya Distribusi dari suatu penyakit.
3. Wade Hampton Frost ( 1972 )
Mendefinisikan Epidemiologi sebagai Suatu pengetahuan tentang fenomena massal ( Mass Phenomen ) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah ( Natural History ) penyakit menular.
Di sini tampak bahwa pada waktu itu perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang terjadi/mengenai masyarakat/massa.
4. Anders Ahlbom & Staffan Norel ( 1989 )
Epidemiologi adalah Ilmu Pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia.5.Abdel R. Omran ( 1974 )
Epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya serta akibat – akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.6.Hirsch ( 1883 )
Epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran dari jenis – jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal
7.Robert H. Fletcher ( 1991 )
Epidemiologi adalah disiplin riset yang membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi.
Menurut WHO epidemiologi
ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yg menimpa sekelompok masyarakat, dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan.
ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yg menimpa sekelompok masyarakat, dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan.
Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan Keluarga Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau pendekatan. Epidemiologi sebagai alat diartikan bahwa dalam melihat suatu masalah KB-Kes selalu mempertanyakan siapa yang terkena masalah, di mana dan bagaimana penyebaran masalah, serta kapan penyebaran masalah tersebut terjadi.
Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan dengan masalah, di mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah serta bilaman masalah tersebut terjadi. Kegunaan lain dari epidemiologi khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-ukuran epidemiologi seperti prevalensi, point of prevalence dan sebagainya dapat digunakan dalam perhitungan-perhitungan : prevalensi, kasus baru, case fatality rate dan sebagainya.
B.Batasan Epidemiologi
Pada saat ini epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekwensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok menusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari batasan yang seperti ini, segera terlihat bahwa dalam pengertian epidemiologi terdapat tiga hal yang bersifat pokok yakni:
1.Frekwensi masalah kesehatan
Frekeunsi yang dimaksudkan di sini menunjuk kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia. Untuk dapat mengetahui frekwensi suatu masalah kesehatan dengan tepat ada dua hal pokok yang harus dilakukan yakni menemukan masalah kesehatan yang dimaksud untuk kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.
2.Penyebaran masalah kesehatan
Yang dimaksud dengan penyebaran masalah kesehatan disini adalah menunjuk pada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Yakni menurut ciri-ciri manusia ( man ), tempat ( place ), dan waktu ( time ).
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menunjuk kepada faktor penyebab dari suatu masalah kesehatan, baik yang menerangkan frekwensi, penyebaran dan ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri.
C.Tujuan Epidemiologi
Menurut Lilienfield dan Lilienfield, ada tiga tujuan umum studi epidemiologi, yaitu:
1.Untuk menjelaskan etiologi satu penyakit atau sekelompok penyakit, kondisi, gangguan, defek, ketidakmampuan, sindrom, atau kematian melalui analisis terhadap data medis dan epidemiologi dengan menggunakan manajemen informasi sekaligus informasi yang berasal dari setiap bidang atau disiplin ilmu yang tepat, termasuk ilmu sosial atau perilaku
2.Untuk menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten dengan hipotesis yang diajukan dan dengan ilmu pengetahuan, ilmu perilaku, dan ilmu biomedis yang terbaru.
3.Untuk memberikan dasar bagi pengembangan langkah – langkah pengendalian dan prosedur pencegahan bagi kelompok dan populasi yang beresiko, dan untuk pengembangan langkah – langkah dan kegiatan kesehatan masyarakat yang diperlukan, yang kesemuanaya itu akan digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan langkah – langkah, kegiatan, dan program intervensi
D.Ruang Lingkup Epidemiologi
Adapun ruang lingkup epidemiologi adalah sebagai berikut :
Adapun ruang lingkup epidemiologi adalah sebagai berikut :
- Epidemiologi penyakit menular
- Epidemiologi penyakit tidak menular
- Epidemiologi klinik
- Epidemiologi kependudukan
- Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan
- Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
- Epidemiologi kesehatan jiwa
- Epidemiologi gizi.
E.Manfaat Epidemiologi
1.Dpt mengidentifikasi & mengukur besarnya masalah kesehatan, menjelaskan kelompok resiko tinggi, dan menentukan penyebab dari masalah kesehatan tersebut.
2.U/ memahami perjalanan dari s/ penyakit
3.Penting u/ pengamatan & penanggulangan penyakit.
4.Merupakan masukan bagi perencanaan, monitoring dan evaluasi upaya kesehatan.
5.Testing pengobatan/terapi baru.
Peranan epidemiologi dalam masalah kesehatan masyarakat
Meninjau dari penjelasan tentang pengertian epidemiologi, serta ruang lingkupnya, seorang ahli epidemiologi atau epidemiolog memiliki peran-peran penting dalam kesehatan masyarakat. Ada beberapa peranan epidemiolog dalam kesehatan masyarakat, diantaranya adalah:
1.Mencari / mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan atau penyakit dalam suatu masyarakat tertentu dalam usaha mencari data untuk penanggulangan serta cara pencegahannya.
2.Menyiapkan data / informasi untuk keperluan program kesehatan dengan menilai status kesehatan dalam masyarakat serta memberikan gambaran tentang kelompok penduduk yang terancam.
3.Membantu menilai beberapa hasil program kesehatan.
4.Mengembangkan metodologi dalam menganalisis penyakit serta cara mengatasinya, baik penyakit perorangan ( tetapi dianalisis dalam kelompok ) maupun kejadian luar biasa ( KLB ) / wabah dalam masyarakat.
Peranan dalam masalah kesehatan masyarakat
- Epidemiologi digunakan untuk berbagai keperluan, penelitian-penelitian di bidang epidemiologi yang dilakukan pada masa lampau banyak berkaitan dengan kausa-kausa (etiologi) penyakit-penyakit menular,dan kegiatan tersebut masih tetap esensial,karena dapat mengarahkan kepada identifikasi dari metode-metode pencegahan penyakit.
- Epidemiologi perananya sebagai alat diagnosis keadaan kesehatan masyarakat, epidemiologi dapat memberikan gambaran atau diagnosis tentang masalah yang berkaitan dengan kemiskinan, contohnya : berupa malnutrisi, overpulasi,kesakitan ibu,rendahnya kesehatan infant,alcoholism,anemia,penyakit-penyakit parasit dan kesehatan mental.
Kesimpulan
- Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit pada manusia,dapat dideskripsikan menurut orang( usia, jenis kelamin, ras), tempat(penyebaran geografis) dan waktu, sedangkan pengkajian determinan penyakit mencakup penjelasan pola distribusi penyakit tersebut menurut faktor-faktor penyebabnya.
- Batasan epidemiologi :
- frekuensi masalah kesehatan
- penyebaran masalah kesehatan
- faktor-faktor yang mempengaruhi
- ruang lingkup epidemiologi mencakup, Epidemiologi penyakit menular,Epidemiologi penyakit tidak menular,Epidemiologi klinik, Epidemiologi kependudukan,Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan ,Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja, Epidemiologi kesehatan jiwa,Epidemiologi gizi.
- Peranan epidemiologi dalam masalah kesehatan yaitu Mencari / mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan atau penyakit dalam suatu masyarakat, Menyiapkan data / informasi untuk keperluan program kesehatan, Membantu menilai beberapa hasil program kesehatan, Mengembangkan metodologi dalam menganalisis penyakit serta cara mengatasinya.
Daftar Pustaka
1. Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2. Bustan MN ( 2002 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta
3. Azwar, Azrul (1999) Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Bina Rupa Aksara
4. Prof. Dr. Soekidji Notoatmojo. prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat. cet ke-2,mei jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Nama : Karina Fitriani
Sabtu, 09 Oktober 2010
Langganan:
Postingan (Atom)